Tempat yang sudah lama mejadi database kunjungan saya, terletak di Jalan Soverdi, Desa Nita, sekitar 10 KM dari Kota Maumere, Kabupaten Sikka – Nusa Tenggara Timur. Di Sikka sendiri terdapat beberapa sanggar, sebelumnya saya sudah pernah megunjungi Sanggar Bliran Sina Watublapi. Sanggar Lepo Lorun didirikan oleh Ibu Alfonsa Raga Horeng, pada tanggal 12 Mei 2004. Beliau sudah mengujungi sekitar 35 negara untuk memperkenalkan wastra tenun NTT. Tempat ini mejadi wadah berkumpulnya kaum wanita yang memiliki kerinduan yang sama untuk melestarikan budaya section setempat, khususnya Kain Tenun. Kain Tenun Sikka sendiri memiliki beberapa motif seperti Bintang Kejora, Naga Lalan dan Kobar. Kurang lebih sudah ada sekitar 54 Tenun Sikka yang sudah masuk dalam Hak Hukum Indikasi Geografis.

Begitu tiba di Lepo Lorun, pengunjung diwajibkan untuk mengisi buku tamu sebelum berkeliling. Areanya cukup luas dengan sejumlah bangunan dengan bahan utam bambu local. Pada area depan ada bangunan utama, dimana sekelilingnya dipajang beberapa kain tenun, dan aksesoris berbahan tenun. Terdapat dua ruangan berisi kain tenun yang dapat disewa untuk berfoto atau dibeli. Kain-kain ini merupakan hasil tenun ibu-ibu yang termasuk dalam anggota sanggar. Di samping gedung utama terdapat dua bangunan bersebelahan, yang satunya difungsikan sebagai dapur, tak jauh dari toilet umum. Saya sempat melihat aktivitas ibu-ibu yang sedang menggoreng kopi didapur. Jangan lupa pesan kopi dan kacang goreng yang begitu nikmat, dan bikin nagih.

Selanjutnya saya mampir ke area dimana kita akan melihat langsung proses pembuatan tenun. Spot pertama yang saya lihat adalah melihat secara langsung bahan-bahan pewarna alam seperti kulit mengkudu, kunyit, kayu pohon hepang, kulit mangga, dan daun indigo. Di sini pengunjung bisa melihat langsung proses pewarnaan sekaligus boleh bertanya seputar prosesnya. Ibu penenun juga mendemokan cara pembuatan tenun dengan bahan kapas, mulai dari pemisahan kapas dari biji dengan alat yang disebut “ ngueng “ hingga dipintal mejadi benang dengan alat “ jata “. Benang selanjutnya dipindahkan ke pemidang pertama untuk mendesain motif, lalu dilakukan proses pewarnaan. Benang yang sudah kering lalu dipindahkan ke pemidang untuk di tenun menjadi kain dengan berbagai jenis ukuran.



Selain belajar dan melihat langsung proses pembuatan tenun, pengunjung juga bisa berfoto dengan meggunakan pakaian adat tradisional, yang disewakan dengan tariff Rp. 100.000. Untuk mendapatkan foto yang baik, bisa juga meyewa fotografer setempat dengan tariff Rp. 60.000. Tersedia juga homestay bagi yang ingin meginap dan mempelajari lebih banyak budaya local. Pengujung juga bisa menikmati aneka hidangan local, atraksi budaya alat euphony tradisional gong waning dan tarian Hegong yang harus diinformasikan sebelumnya.

Arianto Selly
I'm conscionable bully astatine being me. So, return maine arsenic one americium aliases time off me.
Love what I do and Do what I Love
Follow MY IG : @Nyonggalang
📍You don't request to beryllium rich | to travel
🏚️ Kupang, NTT

Previous Post Solor, Tanah Nuha Ekan Tone