PPN adalah singkatan dari Pajak Pertambahan Nilai, yaitu pajak yang dikenakan pada setiap tahap produksi atau distribusi barang dan jasa yang memiliki nilai tambah. Baru-baru ini kabar kenaikan PPN 12% sedang menjadi topik pembicaraan yang hangat di berbagai kalangan.
PPN sendiri merupakan jenis pajak tidak langsung, yang berarti pajak ini dibebankan kepada konsumen akhir, tetapi dipungut dan disetorkan ke pemerintah oleh produsen, penjual, atau penyedia jasa.
Kekhawatiran Kenaikan PPN 12%
Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Budi Herawan, menyatakan keprihatinannya mengenai dampak besar dari kebijakan kenaikan PPN 12% ini, terutama terkait dengan penurunan pendapatan dan peningkatan biaya operasional bagi perusahaan asuransi.
Budi menyatakan bahwa meskipun peningkatan tarif PPN dari 11% menjadi 12% terlihat sepele secara angka, namun dampaknya dalam pelaksanaan akan sangat signifikan terhadap keseimbangan keuangan perusahaan.
“Hitungannya kurang lebih di angka 8% jika kita lihat dampaknya secara keseluruhan. Ini tentu akan menggerus tingkat profit perusahaan asuransi,”. ujarnya menyampaikan hal tersebut dalam konferensi pers mengenai Kinerja AAUI untuk Kuartal III 2024 yang berlangsung di Jakarta pada hari Selasa, 3 Desember.
Di samping itu, dampak jangka panjang dari kenaikan PPN 12% ini akan menjadi lebih berat jika tidak ada pelonggaran kebijakan. Peningkatan PPN secara otomatis akan menambah biaya bagi konsumen, yang dapat mengurangi minat masyarakat untuk membeli atau memperbarui polis asuransi.
Dalam situasi saat ini, di mana kemampuan beli masyarakat belum sepenuhnya kembali normal, hal ini menjadi tantangan serius bagi industri asuransi umum yang bergantung pada kestabilan dan peningkatan premi.
“Banyak sektor dalam asuransi umum yang terkena dampak langsung dari kenaikan ini,” ungkap Budi.
Dia menegaskan bahwa kondisi ini akan memperburuk tantangan yang dihadapi oleh perusahaan asuransi umum, terutama jika tidak ada perpanjangan waktu untuk penerapan kebijakan. Saat ini, industri asuransi umum sedang berusaha pulih dari dampak pandemi dan menghadapi ketidakstabilan ekonomi global.
Dengan adanya beban tambahan berupa kenaikan PPN, Budi percaya bahwa tahun 2025 akan menjadi tahun yang sulit bagi pelaku industri asuransi jika tidak ada tindakan pencegahan yang cukup.
“Kalau sampai nanti tidak ada relaksasi perpanjangan waktu, saya yakin industri kita juga akan berat menghadapi tahun 2025,” ungkap Budi.
AAUI juga mengharapkan agar pemerintah memberikan keringanan atau mempertimbangkan kebijakan transisi yang lebih adaptif. Langkah ini diharapkan dapat memberikan kesempatan bagi industri asuransi untuk menyesuaikan diri dengan peningkatan PPN, sambil tetap menjaga daya beli masyarakat terhadap produk asuransi.